MAGELANG, parimoaktual.com – Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyelenggarakan kegiatan yang bertemakan tenun nusantara menjaga tradisi untuk bumi lestari.
Kegiatan dalam bentuk pagelaran fesyen dan pameran tenun ini digelar di kawasan Candi Borobudur dengan menggandeng desainer kawakan, Edward Hutabarat.
Edward Hutabarat yang dikenal sebagai sosok dengan kepakaran wastra Nusantara ini sukses menggelar presentasi karyanya yang mengangkat eksplorasi kain tenun Nusantara khas Sumba.
Koleksi tenun yang ditampilkan merupakan hasil dari kerja sama Edward Hutabarat dengan para artisan lokal yang begitu menginspirasinya sejak ia melakukan perjalanan ke tanah Sumba, sekitar 20 tahun silam.
Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek Hilmar Farid, menyebutkan, kegiatan fashion show penting dan baik untuk mengangkat serta mengkampanyekan kearifan lokal dengan kekinian.
Bagi Hilmar, sangat penting hasil karya Edward ditampilkan. Terlebih hasil karyanya mengangkat budaya dan hasil karya Nusantara, salah satunya Sumba.
“Yang beda dari fashion show kali ini karena mengangkat hasil karya kerajinan Nusantara. Bahkan cuaca pun tidak menjadi halangan dalam pelaksanaan ini. Walaupun hujan di Kawasan Candi Borobudur, namun kita tetap jalan karena antusias dari seluruh pendukung acara,” ujar Hilmar, Rabu (30/12/2022).
Ia berharap, ke depan akan terus bermunculan hasil-hasil karya nusantara. Kemendikbudristek akan mendukung dan selalu terbuka dalam hal pelestarian budaya.
“Asalkan apa yang akan dimunculkan memiliki pesan yang kuat,” katanya.
Edward menilai pentingnya pakem ini, karena Kain Sumba adalah Kain Peradaban. Mereka dicipta untuk melengkapi sebuah seremoni, mulai dari kelahiran, perkawinan, hingga kematian.
Dibalik keindahan kain tenun ini, ada serangkaian proses yang panjang dan tidak mudah. Hal ini juga yang turut merepresentasikan kesabaran penenun lokal dalam membuat kain tenun tersebut.
“Mulai dari memintal sendiri benang seperti kapas hingga nantinya menjadi kain. Ada satu proses yang disebut Kabakil, yaitu teknik akhir dalam menyelesaikan sehelai Kain Sumba, yang dikerjakan dengan arah tenunan berlawanan dan dipelintir,” jelas Edward.
Ia menjelaskan, proses ini memiliki fungsi untuk melindungi benang-benang agar tidak terlepas dari kain. Sehingga kain tenun yang melalui proses ini memiliki keluaran kain yang sangat rapi.
Kain tenun dengan Kabakil inilah yang menjadi nilai spesial dari kain tenun Sumba, karena tidak semua penenun bisa membuat Kabakil dan diperlukan keahlian khusus.
Kabakil ini, kata dia, juga yang merepresentasikan judul dari gelaran fesyen Edward Hutabarat kali ini. Nuansa di dalamnya seakan menyuarakan semangat untuk menjaga eksistensi kain Nusantara, agar keindahan tersebut tidak terlepas dari identitas budaya bangsa.
“Layaknya Kabakil yang melindungi benang-benang agar tidak terlepas dari kain yang menghasilkan motif yang indah,” tandasnya.
Sumber : Biro Kerja Sama dan Humas Kemendikbudristek