JAKARTA, parimoaktual.com – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menggandeng berbagai pemangku kepentingan untuk membahas draf pertama indikator red flag transaksi keuangan mencurigakan yang terkait dengan kejahatan eksploitasi seksual anak.
Kegiatan ini digelar melalui Focus Group Discussion (FGD) yang berlangsung sejak 16-18 Desember 2024, di Jakarta. Tujuannya untuk menyempurnakan laporan melalui diskusi lintas sektoral.
FGD ini melibatkan lembaga penegak hukum, pengawas, dan pengatur sektor keuangan, kementerian/lembaga terkait, penyedia jasa keuangan, serta organisasi non-pemerintah (NGO). Acara ini difasilitasi oleh PPATK bersama United States Department of Justice-Office of Overseas Prosecutorial Development, Assistance, and Training (OPDAT).
Deputi Bidang Strategi dan Kerja Sama PPATK, Dr. Tuti Wahyuningsih, menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang terlibat sejak awal penyusunan hingga tahap pembahasan draf laporan.
“Laporan indikator transaksi keuangan mencurigakan ini diharapkan menjadi game changer dalam upaya penegakan hukum terhadap eksploitasi seksual anak. Isu ini merupakan perhatian global, sehingga semua pihak harus bergerak sesuai peran dan kewenangan masing-masing,” ujarnya.
Ia mengatakan, kejahatan eksploitasi seksual anak berpotensi menghancurkan masa depan generasi penerus bangsa jika tidak segera ditangani secara kolektif dan optimal.
Sebagai anggota Financial Intelligence Consultative Group (FICG), PPATK memimpin inisiatif ini dengan posisi sebagai inisiator utama di kawasan Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru, dan negara-negara Pasifik.
Penyusunan laporan dilakukan melalui berbagai tahapan, termasuk kajian literatur, FGD, pengisian kuesioner, hingga sesi mendalam (in-depth session) bersama pihak terkait.
Proses penyusunan indikator ini melibatkan berbagai pihak, antara lain PPATK sebagai lembaga intelijen keuangan Indonesia. Selain itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) serta Kementerian Komunikasi dan Digital.
Tidak hanya itu, melibatkan pula Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia (BI).
“Ada pula penyedia jasa keuangan seperti perbankan, layanan transfer dana, dompet elektronik, dan exchanger aset kripto. Mitra internasional, seperti lembaga intelijen keuangan Australia (AUSTRAC) dan dan Filipina (AMLC).
“Laporan indikator ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dalam mendeteksi transaksi mencurigakan yang berkaitan dengan eksploitasi seksual anak, sekaligus memperkuat kolaborasi lintas sektor dalam pencegahan kejahatan keji tersebut. Dengan langkah ini, Indonesia tidak hanya menunjukkan komitmennya di tingkat nasional tetapi juga mempertegas perannya sebagai motor penggerak perlindungan anak di kawasan regional,” ungkapnya.
Sumber : Humas PPATK