PARIMO, parimoaktual.com – Ratusan hektare sawah di Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, tidak dapat digarap akibat rusaknya saluran irigasi utama sejak pertengahan 2024.
Meski laporan sudah disampaikan ke dinas terkait, hingga kini belum ada perbaikan nyata di lapangan.
Kerusakan parah terjadi pada pintu air Tombi sejak Mei 2024. Menurut penjaga pintu irigasi, Benyamin, banjir besar yang melanda kawasan itu menyebabkan aliran air tersumbat total dan menghentikan distribusi ke areal persawahan.
“Sebelumnya, saluran ini mengairi sekitar 745 hektare sawah di lima desa. Tapi setelah pintu air jebol, semua terhenti,” jelas Benyamin, Rabu (23/07/2025).
Ia juga menyoroti aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di hulu Sungai Tombi yang memperparah kondisi irigasi.
Aliran sungai diduga dipalang oleh penambang ilegal, menyebabkan penurunan debit air dan berpotensi mencemari sumber air dengan merkuri dan raksa.
“Ini bukan cuma soal kekeringan, tapi juga soal pencemaran lingkungan jangka panjang,” tegasnya.
Kondisi tersebut memukul kehidupan petani. Zainal Abidin, anggota Kelompok Tani Sungulara di Desa Tombi, mengaku sudah lebih dari setahun tak bisa menanam padi di lahan seluas tiga hektare miliknya karena tidak ada pasokan air.
“Sawah kami retak, kering. Satu hektare bisa hasilkan dua ton beras, sekarang nol. Kami terpaksa alihkan ke tanaman kering seperti nilam dan jagung, tapi hasilnya jauh dari cukup,” ujarnya.
Kelompok Tani Sungulara mengelola total 80 hektare lahan, dan kini menghadapi ancaman kehilangan produksi hingga 160 ton beras setiap musim tanam. Beberapa petani bahkan memilih merantau karena tak mampu bertahan.
Menurut Zainal, warga sudah beberapa kali menyampaikan keluhan ke pemerintah desa dan dinas terkait, namun belum mendapat respons. “Katanya tunggu pelantikan presiden, tapi sudah lewat juga belum ada kabar,” ungkapnya kecewa.
Hingga saat ini, belum ada langkah konkret dari Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas PUPRP Parimo untuk menangani kerusakan tersebut.
Menanggapi persoalan ini, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (TPHP) Parimo, Aristo, menyebutkan bahwa irigasi induk masih menjadi kewenangan Dinas PUPRP. Pihaknya pun belum bisa turun tangan langsung.
“Informasi ini baru saya terima. Kami akan cek lapangan dan menyampaikan laporan ke Dinas PUPRP,” katanya.
Senada, Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas TPHP Parimo, Dadang Priatnajaya, mengaku sudah menyampaikan masalah ini ke pimpinan. Namun, perbaikan belum bisa dilakukan karena terbentur anggaran.
“Perencanaannya sudah ada, tapi belum bisa dieksekusi tahun ini. Kami harap tahun depan sudah bisa diperbaiki agar petani bisa kembali menanam,” ucapnya.
Warga berharap ada penanganan serius, tidak hanya memperbaiki saluran irigasi, tapi juga menghentikan aktivitas tambang ilegal yang memperparah krisis air dan mengancam kelestarian pertanian di wilayah tersebut. (abt)