Mitigasi Gempa: BPBD Parimo Kenalkan Sesar Tokararu, Sausu, dan Tomini

oleh
oleh
Plt. Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Parimo, Rivai S.T., (Foto : arifbdiman)

PARIMO, parimoaktual.com Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) serius mendorong mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami dengan mengadaptasi ancaman sesar lokal di Teluk Tomini.

Plt. Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Parimo, Rivai S.T., menegaskan bahwa sosialisasi dan perumusan mitigasi merupakan tugas utama yang akan terus berlanjut.

​Pernyataan tersebut disampaikan Rivai saat membuka Diskusi Publik Gempa Bumi, yang bertema “Mengenali Sejarah dan Potensi Ancaman Sesar Lokal di Teluk Tomini”, pada Selasa (21/10/2025).

​”Kami menyampaikan informasi tentang kebencanaan, khususnya gempa bumi, sebagai salah satu tugas utama kami. Kegiatan ini bertujuan menambah pengetahuan masyarakat, terutama setelah bulan lalu Parimo sempat diguncang gempa skala 5 yang menimbulkan kepanikan,” ujar Rivai.

​Diskusi publik tersebut membahas sejarah gempa bumi, kondisi tanah di Parimo saat terjadi gempa, serta strategi membangun struktur bangunan tahan gempa di wilayah tersebut.

Poin utama yang diadaptasi adalah pandangan ke depan mengenai bagaimana menghadapi sesar aktif yang ada di wilayah Parimo, yaitu Sesar Tokararu, Sesar Sausu, dan Sesar Tomini.

​Rivai menjelaskan, berdasarkan Peta Bahaya Bencana dan kajian risiko bencana, Kabupaten Parigi Moutong memiliki sembilan ancaman bencana, dengan gempa bumi sebagai salah satunya.

“Peta bahaya gempa bumi menunjukkan bahwa sepanjang pesisir pantai kita rawan, mengingat kita memiliki tiga sesar: Sausu, Tokararu, dan Tomini. Kami mengadopsi Peta Rawan Bencana yang sama dengan peta milik BMKG,” tegasnya.

​Kegiatan ini menghadirkan narasumber yang sangat kompeten di bidangnya. Mereka adalah:

​Kepala Stasiun Geofisika Palu yang menguasai kondisi tanah dan gempa bumi lokal.

​Bapak Abdullah, seorang sejarawan yang memahami sejarah kebencanaan di Sulawesi Tengah.

​Bapak Rifai Marin, seorang arsitek berpengalaman S2 dan S3 dari Jepang, yang membagikan pengalaman tentang ketahanan bangunan (resiliensi) terhadap bencana.

​Diskusi publik tersebut berlangsung pada Selasa, 21 Oktober 2025, di Parimo. Peserta yang diundang meliputi perwakilan dari kecamatan (camat), tokoh pemuda, dan organisasi masyarakat.

​Rivai berharap perwakilan yang hadir dapat menyebarkan informasi kebencanaan secara luas, guna terus menyosialisasikan kepada masyarakat agar tidak panik saat terjadi bencana.

​Terkait mitigasi fisik, Rivai mengungkapkan upaya serius BPBD dalam mewujudkan sistem peringatan dini.

​”Kami tetap mengupayakan penanganan bencana ke depan. Sebenarnya kami sudah merencanakan pengadaan sistem sirene bantuan dari IDRIP (Indonesia Disaster Risk Reduction and Preparedness) untuk dua lokasi (Bantaya dan Maesa), namun batal karena penarikan dana dari Bank Dunia.

Kami telah berkonsultasi dengan BNPB dan akan mengusulkan pengadaan menara dan sirene ini melalui pooling fund atau bantuan lain,” jelas Rivai.

​Ia menegaskan, menara dan sirene yang diupayakan itu bukan alat deteksi tsunami, melainkan alat peringatan jika terjadi gempa dengan skala lebih dari 6 yang berpotensi tsunami, mirip dengan yang sudah terpasang di Palu.

“Meskipun rencana sempat batal, kami akan mewujudkannya. Kami juga akan mengusahakan dana dari APBN untuk pembangunan mitigasi ini,” tutupnya. (abt)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *