Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Parimo Meningkat, Pemda Bentuk Satgas Perlindungan

oleh
oleh
Rapat koordinasi lintas sektor yang digelar Pemda Parimo di ruang kerja Bupati, Rabu (2/9/2025), membahas penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. (Foto : Istimewa)

PARIMO, parimoaktual.com Pemerintah Daerah (Pemda) Parigi Moutong (Parimo), menggelar rapat koordinasi lintas sektor di ruang kerja Bupati, Rabu (2/9/2025).

Pertemuan ini membahas penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terus mengalami peningkatan.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Parimo, Kartikowati, mengatakan tren kekerasan perempuan dan anak di wilayahnya terus naik dari tahun ke tahun.

“Pada 2023 tercatat 54 kasus, sementara tahun 2024 meningkat menjadi 60 kasus. Kasus tertinggi adalah kekerasan seksual, terutama terhadap anak, yang trennya selalu naik setiap tahun,” ungkapnya.

Menurut dia, faktor geografis menjadi tantangan besar dalam penanganan kasus. Tidak semua desa bisa dijangkau dengan cepat.

Karena itu, DP3AP2KB mengandalkan peran petugas lapangan KB (PLKB) di tingkat kecamatan untuk menerima laporan awal sebelum diteruskan ke kabupaten.

“Kami juga masih terkendala keterbatasan rumah aman bagi korban. Tahun ini baru tersedia satu psikolog klinis, putri daerah yang baru lulus. Padahal peran psikolog klinis sangat penting karena hanya mereka yang bisa mengeluarkan keterangan medis bagi korban dengan stres berat akibat kekerasan,” jelasnya.

Dari sisi pembiayaan, layanan visum maupun pendampingan psikolog juga masih terbatas. Tahun ini, kuota yang tersedia hanya untuk 50 kasus, sementara hingga Agustus 2025 sudah ada 47 kasus yang ditangani.

“Kalau kuota melebihi anggaran tentu jadi masalah. Alhamdulillah, mulai 2026 kita mendapat Dana Alokasi Khusus (DAK) pertama kali untuk perlindungan perempuan dan anak,” katanya.

Sebagai langkah pencegahan, Pemda Parimo bersama Yayasan Ipas Indonesia sepakat membentuk Satgas Perlindungan Anak.

Pada tahap awal, Satgas akan dibentuk di enam desa binaan, yakni tiga desa di Kecamatan Ampibabo dan tiga desa di Kecamatan Torue.

“Masih banyak masyarakat yang belum memahami undang-undang perlindungan anak. Mereka sering takut melapor karena dianggap memalukan keluarga. Dengan adanya Satgas, wawasan masyarakat bisa dibuka, dan korban tidak lagi merasa sendirian,” tambah Kartikowati.

Selain membahas kasus kekerasan, rapat juga menyinggung persoalan anak berhadapan dengan hukum akibat pencurian di Desa Ampibabo Utara.

Kartikowati menegaskan, anak tidak boleh langsung dikenakan hukuman pidana, melainkan melalui diversi. Namun, diversi tidak berlaku bagi kasus narkoba maupun pemerkosaan. (abt)

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *