PARIMO, parimoaktual.com – Forum Komunikasi Pecinta Alam Pantai Timur (FKPAPT) Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, telah menjadwalkan serangkaian kegiatan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada 13-14 Juni 2025.
Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia tersebut merupakan rangkaian dari perayaan hari jadi FKPAPT Parimo yang ke-22.
Dalam kegiatan yang mengusung tema “Saatnya Bertindak Sebelum Terlambat” ini, akan melaksanakan aksi penanaman di dua lokasi berbeda, yakni penanaman mangrove di demplot rehabilitasi pesisir Teluk Tomini Desa Mertasari, Kecamatan Parigi, dan penanaman bibit pohon di kawasan perbukitan Desa Parigimpu’u, Kecamatan Parigi Barat.
Ketua FKPAPT Parimo, Leo Chandra, menjelaskan rangkaian kegiatan peringatan tersebut merupakan bentuk aksi nyata dalam merawat dan menjaga lingkungan.
Hanya saja, dibutuhkan kolaborasi lintas sektor untuk memulihkan dan menjaga keberlangsungan lingkungan hidup di Kabupaten Parimo. Sehingga, pihaknya mendorong program penanaman berkelanjutan serta pengendalian sampah lewat metode inovatif.
“Lingkungan yang sehat merupakan fondasi utama kehidupan. Dengan adanya kerusakan alam tentu akan berdampak langsung terhadap kualitas udara, air, dan sumber pangan,” ujar Leo melalui keterangan tertulisnya, Selasa (10/6/2025).
Ia menyebutkan, berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Sulawesi Tengah mencatat dalam 10 tahun terakhir, Kabupaten Parimo telah kehilangan lebih dari 1.200 hektare hutan mangrove akibat alih fungsi lahan dan pembalakan liar.
Hal itu, juga diperburuk dengan pencemaran air sungai yang meningkat tajam akibat limbah domestik aktivitas tambang emas ilegal. Bahkan, tidak hanya berdampak terhadap lingkungan, namun sudah berimbas kepada persoalan kesehatan masyarakat.
“Itu sudah terlihat sangat jelas saat ini,” tegasnya.
Sedangkan dalam konteks lingkungan, kata dia, imbas pertambangan emas ilegal telah mengakibatkan berkurangnya populasi ikan, meningkatnya abrasi pantai hingga banjir yang sudah menjadi musiman setiap tahun. Kondisi tersebut justru menjadi ancaman bagi masyarakat.
Menurutnya, kita tidak bisa hanya bergantung kepada kebijakan pemerintah. Namun, dibutuhkan kesadaran pribadi seperti tidak ikut terlibat merusak lingkungan.
“Selain itu, sadar tidak membuang sampah di sembarang tempat. Meskipun terlihat sepele, itu adalah langkah awal yang penting harus ditanamkan agar menjadi budaya,” katanya.
Ia lantas menjelaskan, FKPAPT Parimo terbentuk atas dasar keinginan bersama dalam merawat dan menjadi lingkungan. Baik di pegunungan maupun pesisir pantai Teluk Tomini melalui aksi nyata pada 4 Juni 2003.
Bahkan, hingga saat ini seluruh Kelompok Pecinta Alam (KPA) maupun lembaga pegiat lingkungan yang tergabung dalam FKPAPT Parimo masih aktif menjalankan program pelestarian anggrek di kawasan hutan Taopa Utara dan ‘Satu Juta Mangrove untuk Teluk Tomini’ di sejumlah titik pesisir di daerah setempat.
“Program ‘Satu Juta Mangrove untuk Teluk Tomini’ bukan hanya bagian dari pelestarian, tetapi juga pemulihan habitat alami biota laut yang terdampak krisis iklim,” ungkapnya.
Ia pun mengajak semua pihak untuk menjadikan teknologi sebagai sarana kampanye dalam menjaga lingkungan.
Menurutnya, jika teknologi dimanfaatkan dengan tepat, akan membuka jalan baru bagi efisiensi dan keberlanjutan lingkungan.
Sehingga, FKPAPT Parimo mendorong lebih banyak organisasi, lembaga, kelompok, dan komunitas untuk mengadopsi teknologi ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari.
“Pelestarian tak selalu harus dengan hal besar. Gunakan ulang, kurangi konsumsi plastik, dan tanam pohon di pekarangan adalah contoh kecil yang berdampak besar. Upaya menjaga kelestarian lingkungan adalah tanggung jawab kolektif. Di mana pemerintah sebagai regulator, masyarakat sebagai pelaksana, dan organisasi, lembaga, kelompok, serta komunitas sebagai penggerak,” pungkasnya.
Sumber : Humas FKPAPT Parimo