PARIMO, parimoaktual.com – Sebanyak tujuh Partai Politik (Parpol) gabungan di Kabupaten Parigi Moutong, (Parimo) Sulawesi Tengah, (Sulteng) mendatangi kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat, Senin (18/3/2024).
Adapun Parpol gabungan yang mendatangi KPU Parigi Moutong, diantaranya Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Buruh, dan Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora).
Tujuan kedatangan mereka adalah, meminta KPU Parigi Moutong untuk tidak melaksanakan putusan mediasi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) setempat.
Meskipun, Partai Demokrat dan KPU telah berdamai dalam mediasi sengketa proses Pemilu yang tangani Bawaslu Parigi Moutong, pada Jumat (15/3/2024).
Persoalan baru kini muncul dari kurang lebih tujuh Parpol gabungan peserta Pemilu 2024, di daerah itu kini keberatan. Karena menilai KPU tidak teguh pada pendiriannya, sebab mereka bersepakat dengan Partai Demokrat, setelah dimediasi oleh Bawaslu.
Pantauan media ini, sejumlah perwakilan Parpol tersebut, mendatangi kantor KPU dan Bawaslu Parigi Moutong, untuk menyampaikan tuntutan mereka.
Pada kesempatan itu, para perwakilan sejumlah Parpol diterima dua anggota komisioner KPU, yakni Maskar dan I Made Koto Parianto, di ruang rapat kantor KPU Parigi Moutong.
Dalam kesempatan itu, Sekretaris Partai Hanura, Arif Alkatiri mengatakan, ketika Surat Keputusan (SK) Nomor : 986 Tahun 2024, diterbitkan pada 6 Maret 2024, seluruh Parpol menyadari KPU telah menjalankan tugasnya sesuai aturan.
Karena menurutnya, dalam pasal 338 ayat (3) Undang-undang Nomor : 7 tahun 2017, tentang Pemilu, menyebutkan Partai politik tidak menyampaikan LPPDK dikenai sanksi, berupa tidak ditetapkannya calon anggota DPRD menjadi calon terpilih.
“Wajib KPU mengeluarkan SK dan sebagainya, karena dasarnya undang-undang tersebut. Bahkan, PKPU Nomor : 18 tahun 2023, tentang dana kampanye Pemilu, juga menyebutkan sanksi itu,” ujarnya.
Sebab menurutnya, bukan hanya penyampaian LPPDK saja. Keterlambatan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), juga diberikan sanksi. Buktinya, ada 11 Parpol di kabupaten lain tidak diikutsertakan dalam Pemilu.
Arif mengatakan, ketika KPU mengeluarkan SK tersebut, dengan sendirinya seluruh Parpol peserta Pemilu di Kabupaten Parigi Moutong, menjadi pihak terkait.
“Jangan menganggap ini hanya untuk dua Parpol, tidak. Kita menjadi pihak terkait secara langsung. Karena, tadinya kita pasif, akhirnya harus aktif terkait hal ini,” kata dia.
Hal yang sama juga diutarakan, Ketua DPC PKS Parigi Moutong, Rahmat. ia mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi atas keputusan KPU Parigi Moutong yang memberikan sanksi terhadap Parpol.
Karena keterlampatan menyampaikan LPPDK,” Ini mungkin, sejarah. Satu-satunya, KPU di Indonesia yang berani seperti ini. Tapi kebanggaan kami luntur, saat keluar surat keputusan mediasi,” kata Rahmat menyampaikan aspirasinya via video call.
Ia menegaskan, pihaknya akan melaporkan persoalan ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), apabila KPU tetap melaksanakan putusan mediasi sengketa proses Pemilu tersebut.
Sementara, anggota komisioner KPU Parigi Moutong, Maskar mengaku menghargai sikap sejumlah Parpol, karena Indonesia merupakan negara demokrasi, dan kebebasan berpendapat dijamin oleh negara.
“Maka kita terima dengan diskusi terbuka. Itu bentuk KPU menjaga silaturahmi dengan Parpol,” kata Maskar.
Maskar memastikan, pihaknya akan mengambil keputusan berdasarkan peraturan KPU dan perundang-undangan.
Adapun gugatan sejumlah partai politik, diantaranya memberikan peringatan kepada KPU untuk teguh pada pendirian atas apa yang telah diputuskan, tanpa ada tekanan dan intervensi oleh siapapun.
Kemudian, mengambil keputusan sesuai peraturan perundang-undangan, dengan tidak melaksanakan hasil mediasi Bawaslu setempat.
“Jadi pandangan pribadi saya, mereka merasa keberatan dan ini jiwa kebersamaan mereka dengan teman-teman yang lain,” kata dia.
Setelah pertemuan dengan komisioner KPU, sejumlah Parpol gabungan tersebut mereka menuju kantor Bawaslu. Di Bawaslu, mereka diterima dua komisioner, yakni Jayadin dan Muhamad Ja’far.
Dalam kesempatan itu, para perwakilan partai politik menanyakan mekanisme penanganan dan putusan sengketa Pemilu.
Mereka menilai, Bawaslu tidak melaksanakan tugas pengawasan dengan baik, karena hanya dengan proses mediasi, SK sanksi terhadap Parpol yang terlambat menyampaikan LPPDK, dengan mudah dicabut KPU.
Menanggapi hal itu, Koordinator Divisi (Kordiv) Penanganan Pelanggaran, Informasi dan Data, Jayadin menjelaskan, peran Bawaslu saat mediasi hanya sebagai mediator yang memfasilitasi pemohon dan termohon, untuk menyepakati kesepakatan.
“Jadi yang menyepakati ini, sebenarnya pemohon dan termohon. Bukan kami Bawaslu,” terang Jayadin.
Dalam mediasi tersebut kata dia, pemohon dan termohon sepakat dengan berbagai solusi. Sehingga, Bawaslu menguatkan berita acara mediasi dengan putusan, agar para pihak menjalankan kesepakatan tersebut.
“Mencabut SK itu berdasarkan kesepakatan. Poin-poinnya, tertuang dalam berita acara mediasi,” ujarnya.(dany)